no-reply@blogger on
Source: Army Times
no-reply@blogger on Friday, July 23, 2010
Namer ICV Expands Merkava into a Family of Combat Vehicles
The 13th Infantry Battalion of the Golani Brigade was the first Israel Defense Forces (IDF) unit to convert from the T-55 based Achzarit armored infantry carrier to the new Infantry Combat Vehicle ? the Namer. With the Merkava tank and new Namer ICV, the IDF is expanding the Merkava platform into a family of combat vehicles, to include a tactical support vehicle, armored MedEvac, an Armored Recovery Vehicle (ARV) and, potentially, future weapons carriers.Source: Defence Update
no-reply@blogger on
Source: Army Times
no-reply@blogger on Sunday, July 18, 2010
LIPI Ciptakan Teropong Bidik Malam Senapan
20 Januari 2010Teropong bidik malam buatan LIPI (photo : Defense Studies)
IPTEK TTG : Teropong Bidik Malam Senapan
Kemampuan Indonesia di bidang pertahanan dan keamanan memang sudah sepantasnya disejajarkan dengan negara-negara asing. Buktinya banyak peralatan yang mendukung pertahanan dan keamanan bangsa yang bisa dibuat di dalam negeri oleh putra bangsa. Salah satu contohnya adalah Teropong Bidik Malam Senapan (TBMS), buatan para ahli di Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi, dan Metrologi (Puslit KIM) LIPI.
Menurut Ahmad Harimawan, Peneliti Instrumentasi di Puslit KIM LIPI, TBMS ini dirancang khusus untuk membidik/menembak tepat dan pengamatan pada malam hari. TBMS ini terdiri dari rumah utama (Housing) yang didalamnya terpasang unit lensa obyektif, Image Intensifier generasi 2 yang digabungkan dengan sumber tegangan, dan unit Ocular. Alat ini memiliki kemampuan untuk melihat obyek yang berada pada sumber cahaya yang sangat minim sekalipun, pemakai dapat melihat dan mengamati sasaran tanpa menggunakan bantuan cahaya buatan sehingga tidak mudah terdeteksi oleh musuh.
TBMS ini terutama dirancang untuk digunakan pada senapan infantri TNI seperti type SS1 yang sudah diproduksi 120 unit untuk digunakan di Papua pada thn 2004 dengan senapan mesin dan adaptor yang sesuai. Kalau untuk kalangan Sipil digunakan untuk survey dan penelitian pada waktu malam hari. TBMS sudah teruji kehebatannya. Kemampuan jarak pandang tergantung cuaca alam sekitar. Mis. Kalau ada binatang, bisa dideteksi hingga 300 meter.
LIPI juga sudah membuat Teropong Bidik Siang, dan saat ini sedang mengembangkan teropong bidik generasi keempat yang sudah dibuat para ahli di Puslit KIM LIPI. Generasi pertama dari Teropong Bidik Malam ini, sudah terbukti ketangguhannya ketika TNI berperang melawan Fretlin di Timor-Timur.
Yang membanggakan, lensa optic yang digunakan pada TBMS ini benar-benar dibuat sendiri oleh para ahli LIPI. ?Kualitasnya pun sudah sejajar dengan alat yang diimpor dari luar negeri, diantaranya: -Tahan udara lembab dan kedap air (standard spesifikasi militer), -Tahan terhadap getaran tembakan 500 butir peluru (perubahan kedudukan fisir/titik bidik maksimum 1 klik). TBMS juga dapat digunakan dengan dipegang langsung atau dengan tripod. Dan yang terpenting lagi, dari aspek kemampuan SDM, kita kuat?, tegas Harimawan.
Namun menurut Harimawan, TBMS masih mempunyai kelemahan, yaitu tidak mampu menembus kabut Hal ini akan terus dicari solusinya oleh para ahli LIPI. Kendala lain yang ditemui para ahli kita di LIPI selama mengembangkan TBMS ini, diantaranya kenadala teknis dan juga sosialisasi dari pengembangan industri TBMS. Untuk produksinya masih mengalami hambatan kekurangan dana, dan untuk sosialisasinya harus mengikuti prosedur/ birokrasi.
Yang jelas akan ada banyak teknologi yang akan dikembangkan dalam pembuatan TBMS ini nantinya. Tentu saja, para ahli di LIPI menginginkan perkembangan ini akan menambah daya guna bagi TBMS.
Akhirnya, Harimawan, mewakili para ahli di LIPI mengharapkan support dari pemerintah. Diharapkan pemerintah membentuk industri teknis untuk mensupport hasil/produk peneliti, khususnya produk Hankam. Mis. Dengan membuat Industri Strategis. Diharapkan juga Kementerian Ristek dapat mendiseminasikan iptek kepada instansi terkait untuk dapat dikembangkan lebih lanjut, supaya tidak sia-sia.
(Ristek)
Source: Defense Studies
no-reply@blogger on Tuesday, July 13, 2010
Source: Army Times
no-reply@blogger on
LAPAN Analisis Hasil Peluncuran Roket Kendali Nasional
Ristek Selidiki Kegagalan Kinerja Sustainer Roket
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) masih menyelidiki penyebab kegagalan terbang Roket Kendali Nasional (RKN) 200 double stage yang sempat mencelakai dua warga pada peluncurannya, Rabu lalu (27/1), terkait kinerja Fin, sistem separasi dan kinerja sustainer.
"Penyebab kegagalan terbang masih diselidiki, di antaranya terkait kinerja Fin (semacam sayap roket), sistem separasi dan kinerja sustainer," kata Menristek Suharna Surapranata kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Faktor tersebut cukup dimungkinkan selain faktor kecepatan angin yang tidak menentu, ujarnya yang saat itu didampingi Deputi Bidang Program Riptek, KRT, Teguh Raharjo, Deputi Teknologi Dirgantara LAPAN Soewarto Hardhienata, Direktur Teknologi dan Pengembangan Rekayasa PT Dirgantara Indonesia Andi Alisjahbana, dan Dirut PT Pindad Didik Avianto.
Suharna menyatakan pihaknya merasa prihatin atas musibah cideranya dua penduduk Dusun Rekesan, Desa Pandanwangi, Lumajang dan memohon maaf serta berjanji membantu meringankan beban korban selama di rumah sakit maupun setelah kembali.
"Musibah ini akan menjadi pelajaran sangat berharga bagi tim pengembang teknologi kedirgantaraan," ujarnya sambil meminta peristiwa nahas ini tidak menyurutkan semangat para pengembang roket untuk terus melakukan riset.
Dikatakan Menteri, pihaknya sudah meminta masyarakat agar keluar dari lokasi peluncuran yang luasnya sekitar 80 ribu hektare dengan panjang 13km dan lebar 1km, sejak sehari sebelumnya.
"Tapi rupanya kami tidak tahu kalau ternyata masih ada petani penggarap berada di sana, di salah satu saung, bukan rumah tinggal, berhubung daerah tersebut subur dan kabarnya ada yang sakit, sehingga terlewatkan untuk diungsikan," katanya.
Suharna mengatakan, pada 27 Januari itu, untuk kedua kalinya lokasi milik TNI AU di Lumajang itu digunakan untuk uji terbang dari roket tipe RX 1210 single stage dan RX 1213/1210 double stage serta RKN 200.
Rencana awal akan dilakukan pengujian 14 roket, tetapi hanya 10 roket yang sempat diterbangkan, sembilan di antaranya berhasil terbang dengan performa sangat baik, namun untuk RKN 200 double stage kinerja terbang tak seperti diharapkan, sehingga selongsong roket jatuh menimpa rumah singgah (saung) penduduk.
Menurut Menristek, kegiatan pengembangan roket ini bukan sesuatu yang baru, tetapi merupakan agenda riset nasional dan sejak 2006 telah dibentuk konsorsium penelitian dan pengembangannya.(*)
(Antara)
Baca Juga :
Program Komputer Roket "Nyasar" Dianalisis
30 Januari 2010
RKN-200 roket kendali nasional (photo : Antara)
Program perintah komputer yang disertakan pada roket nyasar dan mencederai dua korban saat uji coba di Lapangan Tembak Abdul Rachman Saleh TNI AU di Kecamatan Tempeh, Kabupaten Lumajang, Rabu (27/1) lalu, dianalisis.
"Ada kemungkinan program perintah komputer itu tidak menyambung," kata Deputi Teknologi Dirgantara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Soewarto, Jumat (29/1) malam, seusai penyampaian kronologis peristiwa kepada Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata di Jakarta.
Roket nyasar itu satu-satunya roket berpengendali, yaitu hasil program Roket Kendali Nasional (RKN) dengan muatan sensor aquator untuk sensor olah gerak, GPS (Global Positioning System), dan kamera.
(Kompas)
Source: Defense Studies
no-reply@blogger on Saturday, July 10, 2010
Suzdaletc
The Russian Navy does not use the name frigate. Most ships are typed by their function and mission. MPK stands for Malyy Protivolodochnyy Korabl, literally small anti-submarine ship. Most of these are designed for and employed in anti-submarine warfare. However, others are designed for coastal defense and patrol work. They are not designed for fleet escorts, as they have a fairly short range. They are designed to patrol or guard sea areas.Throughout the 1960s and 1970s the Soviet Fleet strongly emphasized its ASW capabilities. Project 1124 Albatros fit in with this strong emphasis on anti-submarine capability. They were designed to guard the sea frontiers of the Soviet Union. They have been built in five series. NATO assigned a code name for these small vessels based on Russian nicknames. Project 1124 vessels were named Grisha, which can be translated to Greg.
MPK "Suzdaletc" was built by Leninskaya Kuznitsa SY, Kiev, Ukraine. Laid down 01 Aug 1981, completed 03 Oct 1983. Laid up 03 Nov 1983.
From 01 Aug 1981 to 10 Apr 1984 this warship has name "MPK-134", from 10 Apr 1984 to 15 Feb 1992 - "Moldavskyy Komsomoletc", after that - rename to "MPK-134" again, and from 05 Apr 1999 to present moment - "Suzdaletc".
Source: Black Sea Fleet
Source: Gallery Kapal Perang
no-reply@blogger on
Source: Trishul Group